“Naik kereta api.. tuut.. tuut.. tuuut. Siapa hendak turut..”
Penggalan lagu di atas sepertinya mengingatkan kita akan masa kecil dimana kereta api merupakan salah satu moda transportasi yang diminati oleh masyarakat jika hendak pergi berwisata. Tidak hanya untuk berwisata, kereta api juga merupakan pilihan utama untuk mengangkut hasil bumi yang diambil dari tanah Sumatera Barat. Sebut saja semen, batu bara, atau hasil bumi lain seperti biji kopi.
Kereta api sendiri memiliki sejarah panjang di Sumatera Barat, dimulai pada zaman penjajahan Belanda dengan pembangunan jalur Pulau Air ke Padang Panjang yang diresmikan pada 6 Juli 1887. Jalur kereta api itu diteruskan ke Bukittinggi sepanjang 90 kilometer dan dioperasikan mulai November 1891.
Jalur kereta itu dibangun guna mengangkut biji kopi hasil tanam paksa dari pedalaman Sumbar seperti Bukittinggi, Payakumbuh dan Pasaman ke Padang untuk kemudian diekspor ke Eropa.
Pembangunan jaringan kereta api di Sumatera Barat oleh pemerintahan Kolonial Belanda erat kaitannya dengan penemuan sumber daya alam batu bara di Sawahlunto oleh W.H De Grave pada tahun 1871. Sayang sekali, de Greeve tewas hanyut terbawa arus deras batang Kuantan tahun 1872.
Peristiwa naas itu terjadi setahun setelah laporan hasil eksplorasi mengenai kandungan batubara Ombilin-Sawahlunto dipublikasikan pada tahun 1871. De Greeve dimakamkan dekat Durian Gadang (sekarang masuk kedalam wilayah kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat).
Namun, pada bulan Maret 1891, usaha itu dilanjutkan oleh seorang insinyur tambang bernama Ijzerman yang melakukan survey trayek dari Muaro Kalaban menuju Pantai Timur dalam rangka membangun jaringan lalulintas alternatif untuk pengangkutan batubara Ombilin keluar Sawahlunto.
Baca juga Museum Kereta Api Sawahlunto
Proyek pembangunan jalan kereta Api dari Pulau Air-Muaro Kalaban secara bertahap terus dilakukan, yaitu; (1) Pembuatan jalan kereta api dari Pulau Air sampai ke Padang Panjang 71 KM selesai dalam bulan Juli 1891. ( 2) Padang Panjang ke Bukittinggi 19 KM selesai pada bulan November 1891. (3) Padang Panjang-Solok 53 Km selesai pada 1 Juli 1892, (4) Solok-Muaro Kalaban 23 Km dan Padang – Teluk Bayur 7 Km. Kedua jalur ini selesai pada tanggal yang sama yaitu 1 Oktober 1892, (5) Jalur kereta api dari Muaro Kalaban-Sawahlunto dengan menembus sebuah bukit berbatu yang kemudian bernama Lubang Kalam sepanjang hampir 1 Km (835 Meter) selesai pada 1 januari 1894.
Selain jalur Teluk Bayur-Sawahlunto, Belanda juga membangun jalur Padang Panjang–Bukittinggi-Payakumbuh-Limbangan sepanjang 72 km.
Maka dimulailah zaman kejayaan kereta api di Sumbar pada akhir abad 19 tersebut hingga pertengahan abad 20. Kereta api tidak hanya sebagai sarana pengangkut barang, tetapi juga transportasi massal. Dengan terhubungnya jalur Kereta Api di beberapa tempat di Sumatera Barat yang diiringi dengan pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur jalan, maka aktifitas kereta api semakin lama semakin nampak keberadaannya di Sumatera Barat. Selama 109 tahun, jalur-jalur kereta api tersebut digunakan secara rutin untuk mengangkut batubara dan penumpang.

Seiring dengan berkembangnya transportasi darat, kereta api mulai tersisih dan tidak beroperasi sejak tahun 1973. Hal tersebut diperburuk dengan berhentinya pasokan batubara dari Sawahlunto yang dikelola PT Bukit Asam, sehingga terhenti pula operasi rutin kereta api di jalur Teluk Bayur-Sawahlunto pada tahun 2003.
Sumber: