Oleh: Afdalil Zikri
Menjadi seorang mahasiswa adalah impian sebagian besar anak muda di Indonesia yang telah menamatkan sekolah lanjutan tingkatan atas. Banyak cara yang dilakukan agar bisa masuk ke perguruan tinggi diantaranya belajar dengan giat belajar ketika sekolah untuk mendapat nilai yang baik agar bisa diterima di perguruan tinggi melalui jalur prestasi, mengikuti bimbingan belajar setelah melaksanakan ujian nasional agar mudah nantinya menjawab soal pada saat mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Segala upaya yang dilakukan tak lain adalah untuk menyandang status sebagai mahasiswa dan tentunya dengan harapan untuk hidup yang lebih baik di masa depan.
Setelah melalui tahap demi tahap status mahasiswapun disandang. Status mahasiswa mengindikasikan bahwa mereka adalah orang terpelajar, mempunyai intelektual tinggi dan nilai-nilai yang baik dalam kehidupan. Salah satu fungsi mahasiswa yang seperti dikatakan bahwa mereka adalah “agent of change” atau generasi perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah bagaimana mereka bisa mengubah sesuatu ke arah yang lebih baik. Baik itu melalui pergerakan mahasiswa, karya mahasiswa atau kegiatan lainnya yang bisa mengedukasi masyarakat untuk melakukan perubahan dalam hidup. Banyak kita dengar mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang berhasil dalam kuliahnya seperti berhasil dalam bidang ilmu sains, olahraga, social , ekonomi dan seni.
Segala sesuatu pasti ada mula dan akhirnya, begitu juga dengan kuliah. Akhir dari kuliah adalah wisuda. Wisuda menandakan bahwa mahasiswa telah resmi menyandang gelar sesuai dengan bidang ilmu yang mereka miliki dan mulai masuk dalam babak baru kehidupan selanjutnya. Pendidikan yang telah dijalani di perguruan tinggi kelak menjadi bekal untuk kehidupan lebih baik. Itu adalah harapan dari orang tua dan mahasiswa itu sendiri. Namun semua itu bertolak belakang dengan dengan kenyataan yang ada, gelar yang didapat dari perguruan tinggi yang susah payah didapatkan tidak serta merta mudah dalam mendapatkan pekerjaan. Itulah beban yang dihadapi oleh para sarjana di Indonesia saat ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dalam kurun waktu satu tahun, tingkat pengangguran di Indonesia bertambah sebanyak 300 ribu jiwa. Bahkan dalam Februari 2015 saja sudah mengalami peningkatan dibandingkan dengan Agustus 2014 sebanyak 210 ribu jiwa. Sementara jika dibandingkan dengan Februari tahun lalu bertambah 300 ribu jiwa. BPS juga mencatat, ada 7,4 juta jiwa yang pengangguran terbuka per Februari 2015. Ironisnya kenaikan tersebut disebabkan sarjana yang menganggur. (Indopos.co.id)
Data BPS ini mengindikasikan kepada kita bahwa tingkat pengangguran makin bertambah dari tahun ke tahun dan tingkat penggangguran terbesar datang dari lulusan para sarjana. Lalu yang jadi pertanyaan kita semua adalah mengapa banyak para sarjana yang menganggur setelah tamat kuliah. Berikut beberapa hal yang menyebabkan para sarjana banyak yang menganggur:
-
Banyak mahasiswa yang keliru dalam mengambil jurusan sewaktu pertama kali mendaftar kuliah. Kekeliruan ini menyebabkan mereka malas dalam belajar yang kemudian berdampak pada rasa tidak peduli dengan nilai atau ilmu yang didapat. Dan sudah barang tentu mahasiswa tidak menguasai ilmu sesuai dengan jurusan yang diambil. Dan imbasnya sudah pasti mereka canggung untuk masuk dunia kerja sesuai dengan gelar akademik mereka.
-
Kualitas intelektual seorang sarjana, kebanyakan mahasiswa hanya mempunyai gelar sarjana semata, tidak diiringi dengan kemampuan yang baik. Padahal ditengah persaingan yang begitu ketat perusahaan-perusahaan akan menerima para karyawan yang mempunyai skill yang mumpuni.
-
Ketika kuliah hanya fokus pada kuliah semata. Tidak banyak mahasiswa yang ikut dalam berbagai kegiatan dan organisasi baik itu organisasi internal dan eksternal kampus. Padahal organisasi adalah wadah bagi mahasiswa untuk menambah link pertemanan dan juga jalan untuk bisa berkecimpung ke tengah-tengah masyarakat. Banyak lulusan sarjana yang canggung masuk ke masyarakat karena takut salah dan kurangnya mental untuk menjalin hubungan dengan masyarakat.
-
Clignet (1980), dalam hasil studinya juga memaparkan gejala meningkatnya pengangguran terdidik di Indonesia diantaranya adalah keinginan memilih pekerjaan yang aman dari resiko seperti pekerjaan nyaman dan imbalan besar. Artinya apa, ini menandakan bahwa lulusan sarjana lebih memilih menganggur daripada bekerja dengan imbalan kecil.
-
Perguruan tinggi banyak meluluskan sarjana yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sofyan Effendie, anggota Dewan Pendidikan Tinggi (DPT) mengatakan bahwa masyarakat kita ini membutuhkan teknisi tapi perguruan tinggi banyak meluluskan akademisi. Beliau mengatakan bahwa saat ini lulusan akademisi mencapai angka 82,5 persen dan lulusan teknisi hanya berkisar 17,5 persen (yudhibaslau.blogspot.id)
Itulah beberapa hal yang menyebabkan banyaknya pengangguran di Indonesia setelah tamat kuliah. Semua itu bisa diatasi kalau para lulusan sarjana ini bisa mengubah mindset mereka dengan cara janganlah terlalu memilih pekerjaan, tidak ada salahnya memulai pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan walaupun imbalannya kecil untuk menambah pengalaman sembari meniti karir dari bawah. Berani memulai sesuatu yang bermanfaat, setiap memulai akan banyak rintangan yang dihadapi tapi hanya mereka yang berani memulai dan tak takut salah yang akan bisa menjadi pemenang. Menumbuhkan jiwa wirausaha, karena tidak ada sesuatu yang terlambat selagi kita mau memulainya. Wirausaha erat kaitannya dengan berdagang, Hadits Nabi Muhammad SAW berbunyi “Sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan”. Selain dari orientasi untung juga mengamalkan hadist Nabi.
Sudah saatnya bagi kaum berpangkat sarjana untuk berdiri di garda depan demi menyelesaikan masalah bangsa ini. Aksi turun ke jalan ketika mahasiswa diganti dengan aksi wirausaha untuk membantu menyejahterakan umat dan bangsa.
Tulisan dikirimkan oleh Afdalil Zikri (@AfdalilZikri). Ia adalah Mahasiswa STIE EL HAKIM Solok dan saat ini aktif di Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Solok.
Bagi Dunsanak yang ingin mengirimkan tulisan ke infoSumbar bisa melalui email: [email protected]