Sumatera Barat juga terkenal dengan budaya bertutur atau bercerita. Hal ini telah menjadi budaya dan turun temurun dilakukan dari generasi ke generasi bahkan terus hidup di zaman modern seperti sekarang.
Budaya bertutur ini bisa terlihat melalui berbagai kesenian seperti rabab, randai, shalawat dulang, saluang dan masih banyak lagi. Selain itu peninggalan budaya bertutur juga terdapat dari berbagai cerita rakyat yang hidup di tengah masyarakat.
Salah satu cerita rakyat yang banyak beredar di berbagai daerah di Sumatera Barat adalah kisah anak durhaka. Bahkan setidaknya sampai saat ini kami menemukan ada 4 kisah anak durhaka yang masih hidup di tengah masyarakat Sumatera Barat.
Berikut 4 kisah anak durhaka tersebut:
1. Malin Kundang
Kisah anak durhaka yang satu ini adalah yang paling terkenal diantara yang lainnya. Bahkan tidak hanya di Sumatera Barat, kisah Malin Kundang tersebar ke seantero nusantara dan menjadi salah satu hal yang melekat dengan Sumatera Barat.
Malin Kundang sendiri dalam kisahnya adalah seorang anak lelaki yang kemudian pergi merantau dan sukses di sana. Ia kemudian pada suatur hari berlabuh di sebuah daerah pesisir yang ternyata adalah kampungnya sendiri.
Lama tak bertemu dengan sang Anak, Ibu Malin yang merasa bahwa itu anaknya segera menemui Malin. Namun Malin tidak mau lagi mengakui kalau itu ibunya dan kemudian membuat ibunya sedih lalu mengutuk Malin menjadi batu.
Untuk melestarikan cerita tersebut di Pantai Air Manis, Kota Padang saat ini terdapat batu Malin Kundang, lengkap dengan sisa-sisa kapalnya yang semuanya menjadi batu. Saat ini Batu Malin Kundang menjadi salah satu destinasi utama pariwisata Kota Padang.
2. Si Boko
Masih di Kota Padang, salah satu kisah anak durhaka lainnya terkait dengan legenda terbentuknya Pulau Pasumpahan dan pulau-pulau lain di sekitarnya.
Si Boko awalnya adalah seoran anak dan hidup dari keluarga yang serba kekurangan. Karena itu si Boko ingin merantau untuk merubah nasib keluarganya. Ia pun akhirnya meminta izin kepada ibunya dan ibunya pun melepas si Boko dengan berat hati.
Si Boko pun akhirnya pergi merantau, meskipun berangkat dengan kekurangan bekal tapi dengan semangat merubah kondisi ekonomi keluarganya dia pun berhasil dan menjadi orang yang kaya.
Suatu saat si Boko pergi belayar, ia pun singgah di sebuah daratan. Ia tidak sadar bahwa dia berlabuh di tanah kelahirannya. Ibu Boko pun melihat anaknya, lalu ia menegur Boko dan mengatakan bahwa ia ibunya.
Namun malang, Boko justru tak mengakui ibunya. Ia pun pergi dari tempat tersebut untuk melanjutkan perjalanan. Si Ibu pun kekeuh kepada si Boko mengatakan bahwa ia ibunya, sampai ia pun ikut naik ke atas kapal dan memeluk Boko.
Boko yang sudah keras kepala tetap tidak mengakui ibunya. Kemudian dalam perjalanan tersebut muncullah badai yang kemudian membuat kapal Boko pecah. Padahal waktu itu kapal Boko sangat besar dia membawa satu lemari emas dan kapalnya juga dilengkapi tungku atau disebut “jarangan”.
Karena kapal pecah ibu Boko terombang ambing di lautan dan ia sangat marah kepada anaknya. Akhirnya ia pun bersumpah dan berdoa agar anaknya dihukum. Sumpah ibu Boko di dengar oleh penumpang kapal lainnya, sehingga mereka berteriak histeris atau “berkuai kuai” agar sumpah itu dibatalkan, namun sumpah sudah terlanjur diucapkan.
Setelah badai reda terbentuklah daratan baru berbentuk Pulau. Pulau Pasumpahan adalah pulau tempat ibu Boko bersumpah. Sedangkan daratan besar di depan Pulau Pasumpahan konon adalah boko yang menjadi batu.
Sementara itu ada juga pulau kecil berupa batu karang berbentuk lemari yang merupakan lemari emasnya Boko. Ada juga Pulau Batu Jarang yang merupakan tungku dari Kapal Si Boko. Dan tak lupa Pulau Sikuai tempat penumpang kapal lainnya berkuai-kuai.
3. Batu Bangkai
Kisah anak durhaka ternyata juga ada di Solok Selatan, tepatnya di Jorong Batu Bangkai, Nagari Alam Pauah Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan.
Batu Bangkai tersebut terdapat di sebuah sawah milik warga sekitar. Berwarna hitam seperti sehabis terbakar. Menurut cerita turun temurun warga setempat dulunya batu tersebut adalah seorang wanita yang sedang hamil yang dikutuk oleh ibunya.
Ceritanya wanita tersebut tengah dalam kondisi hamil dan sedang ditinggal oleh suaminya yang pergi bekerja ke daerah lain. Dia berdua dengan ibunya tinggal di rumah.
Lantaran kondisi atap rumah mereka saat itu sedang bocor, maka ibu wanita tersebut mengajak anaknya untuk mencari ‘palapah karambia’ (daun kelapa) untuk dibuat menjadi atap yang baru.
Namun si wanita tadi menolak dan menghardik ibunya dengan kata-kata yang tidak pantas. Sang ibu yang terbawa emosi saat itu khilaf mengucapkan sumpah kepada anaknya tersebut dan kemudian membuat anaknya tersebut menjadi batu.
Kisah inilah yang kemudian menjadi cerita asal usul Batu Bangkai dan kemudian menjadi nama Jorong di Kanagarian Alam Pauah Duo di Solok Selatan.
4. Batu Galeh
Baru-baru ini pegiat wisata Kabupaten Solok mempromosikan objek wisata Puncak Batu Galeh di Sulit Air, Kabupaten Solok. Sebenarnya puncak ini sudah lama dikenal warga sekitar tapi karena kurang promosi maka puncak ini tidak begitu terkenal.
Dinamakan Batu Galeh karena di puncak ini akan didapati batu seperti lipatan kain. Menurut legenda masyarakat sekitar, lipatan kain itu adalah galeh (dagangan dalam bahasa Indonesia) hasil jualan seorang pemuda yang dagangannya sangat laris.
Akibat larisnya dagangan ini, hingga ia lupa diri dan menjadi anak durhaka hingga dikutuk menjadi batu dengan barang dagangannya oleh ibunya. Cerita ini mirip legenda Malin Kundang. Tapi boleh percaya atau tidak, batu di puncak ini memang mirip lipatan kain dan jantung manusia.
Itulah kisah anak durhaka yang ada di Sumatera Barat. Kisah ini masih diceritakan dari mulut ke mulut hingga sekarang.