Stasiun Emmahaven; stasiun yang pertama kali diresmikan pada 1 Oktober 1895 merupakan salah satu stasiun kereta api yang dibangun oleh Pemerintahan Belanda di Sumatera Barat, tepatnya di daerah Teluk Bayur, bagian Selatan kota Padang saat ini. Stasiun yang merupakan salah satu aset vital bagi pemerintahan kala itu karena merupakan akhir dari semua perjalanan kereta api seantero Sumatera Barat.
Stasiun yang terhubung langsung dengan pelabuhan ini menunjang aktifitas pelabuhan Teluk Bayur yang merupakan gerbang masuk ekonomi dan budaya dari luar Sumatera Barat. Penamaan stasiun ini diambil dari nama Ratu Belanda pada saat itu, Emma, ibu dari Ratu Wilhelmina yang berkuasa di Belanda pada saat Perang Dunia I dan II. Ratu Emma meninggal di Den Haag pada tanggal 20 Maret 1934, karena mengalami komplikasi bronkitis pada usia 75 tahun, dan dimakamkan di Delft, Belanda.
Pelabuhan Emmahaven dibangun dengan menyediakan empat buah dermaga, empat buah gudang besar, satu buah gudang dalam ukuran sedang, satu kantor pemeriksaan barang, satu kantor havenmeester, satu kantor bea cukai, kantor agen perusahaan perkapalan. Masih dalam kompleks pelabuhan ini juga dibangun stasiun kereta api yang menghubungkan pelabuhan ini dengan kota Padang. Stasiun inilah yang menjadi pemberhentian kereta api mengangkut komoditi lokal dari pedalaman Sumatera Barat seperti biji kopi.

Pada stasiun tersebut, terdapat jalur lori yang mengantarkan gerbong batubara dari silo pembongkaran menuju kapal di dermaga. Pengangkutan batubara dengan jalur lori menuju dermaga telah diganti menggunakan belt conveyor yang menambah efektifitas pergerakan di pelabuhan. Saat ini, hanya jalur menuju ke silo pembongkaran milik PT Semen Padang dan jalur masuk area Pelindo yang masih dipertahankan karena masih aktif.
Pembangunan Emmahaven sendiri merupakan klimaks dari keberadaan pelabuhan di Kota Padang. Dalam kurun waktu yang tidak begitu lama, Emmahaven memang berhasil menjadi sebuah prasarana transportasi laut terpenting di bagian barat Sumatera khususnya dan seluruh Pulau Andalas ini pada umumnya. Namun, kejayaan itu tidak begitu lama karena sesaat setelah diresmikan, Pemerintah Belanda juga membangun Pelabuhan Sabang dan Belawan (Medan) yang juga dirancang sebagai depot pengisian batubara bagi kapal-kapal yang ingin melayari Samudera Hindia.
Stasiun Teluk Bayur saat ini sudah menjadi stasiun non aktif yang berada dalam lokasi Pelindo di Pelabuhan Teluk Bayur. Kini, stasiun beserta emplasemennya sudah berubah fungsi menjadi jalan raya setelah dilakukan modernisasi dan perluasan pelabuhan pada tahun 1980-an. Stasiun ini terletak tepat di sentral area Pelabuhan Teluk Bayur, tapi sayang, kini lenyap sudah bangunan stasiun dan sebagian besar jalur-jalur dermaganya karena lahan digunakan sepenuhnya oleh Pelindo 2 untuk menunjang aktivitas pelabuhan.
Saat sekarang, stasiun ini hanya tinggal sejarah dan tidak banyak aktifitas berarti di Stasiun ini. Hanya tinggal bangunan tua yang berubah fungsi menjadi gudang atau gedung kosong. Sejarah panjang kereta api Sumatera Barat berakhir di ujung jalur pelabuhan Teluk Bayur.
Sumber: