Oleh: Vanny Oktalioni
(Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Imam Bonjol Padang)
Harga kebutuhan pokok di pasar tradisional bisa dipastikan cepat atau lambat akan naik setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM.
Kenaikan harga BBM bukan saja memperbesar beban masyarakat kecil pada umumnya tetapi juga bagi dunia usaha pada khususnya.
Hal ini disebabkan oleh kenaikan biaya produksi yang meningkatkan total biaya dan menyebabkan kenaikan biaya produksi. Efek berganda dari kenaikan BBM ini antara lain biaya pabrik akibat kenaikan biaya bahan baku, biaya transportasi, dan tuntutan upah yang lebih tinggi bagi karyawan, yang pada akhirnya menggerogoti bottom line perusahaan. Turbulensi harga pasar minyak dunia terlihat sejak tahun 2021. Turbulensi ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah persepsi kapasitas cadangan harga minyak yang rendah saat ini, yang lain adalah peningkatan permintaan (demand) dll. Di sisi lain, kami khawatir negara produsen tidak akan mampu meningkatkan produksinya.
Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi faktor penentu harga bahan baku lainnya. Sehingga ketika harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik, kenaikan harga tersebut diikuti dengan kenaikan harga di sektor lainnya. Harga bahan baku selalu mengikuti kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan kemudian berlanjut dengan inflasi. Kenaikan harga BBM juga menyebabkan tangan-tangan nakal menimbun sembako sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat dan harga sembako pasti melambung tinggi di pasar.
Dewan Pengurus Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) menilai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan berdampak signifikan terhadap kenaikan harga pangan.
“Mungkin hari ini masih belum terlalu terlihat, karena masih penyesuaian harga, namun kenaikan harga sembako itu pasti,” ungkap Ahmad Choirul Furqon, Ketua Bidang Penguatan Usaha dan Investasi DPP IKAPPI, Selasa (6/9).
Furqon menambahkan, kenaikan harga BBM akan berdampak pada banyak hal, mulai dari inflasi hingga harga yang memberatkan pedagang pasar.
Selain itu menurut Furqon, kenaikan harga BBM ini akan memberikan efek domino terhadap kehidupan masyarakat, seperti inflasi, biaya transportasi, hingga lonjakan harga pangan.
“Jika inflasi dianalisa awal hanya sekitar 4%, maka ada kemungkinan pasca kenaikan harga BBM analisa dari perbankan dan ekonom menyebutkan paling buruk yaitu 6% hingga 8%. Terus apakah ini baik untuk sebuah negara? Tentu tidak, maka dari itu jika pemerintah ingin membuat kebijakan harus dilihat secara holistik, bukan parsial,” imbuh Furqon.
“Dampak kenaikan harga BBM untuk awal saja sudah terlihat sekali. Baru berapa hari naik, harga daging ayam di wilayah Singaparna sudah mulai naik, harga cabai di Tasikmalaya sudah naik. Jangan sampai nanti ketika harga sembako sudah mulai naik malah saling menyalahkan. Pasalnya saling menyalahkan ini sudah pernah terjadi saat kenaikan harga cabai beberapa waktu lalu,” imbuh Furqon.
Furqon berharap pemerintah bisa menyelesaikan masalah ini melalui penalaran yang logis dan matang selain kebijakan populis.(*)