Infosumbar.net – Ada yang unik dari perayaan maulid Nabi Muhammad SAW di Sumatera Barat (Sumbar) tepatnya di Jorong 6 Parit Panjang, Lubuk Basung, Agam. “Baduobaleh” begitu biasanya masyarakat yang bermukim di ketinggian rata-rata 102 meter dari atas permukaan laut itu.
Berasal dari Bahasa Minangkabau, Baduobaleh berarti dua belas, dimana itu menandakan 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah yakni hari peringatan kelahiran nabi Muhammad SAW.
Dimalam hari sebelum tradisi Baduobaleh dilaksanakan, masyarakat Jorong 6 Parit Panjang biasanya mengadakan pengajian atau takziah terlebih dahulu. Keesokan paginya, barulah masyarakat melaksanakan Baduobaleh yakni menyembelih kambing yang merupakan hasil nazar dari jamaah masjid dan masyarakat sekitar.
Selanjutnya, kambing yang telah disembelih akan diolah oleh kaum ibu. Tidak hanya kambing, para ibu juga menyiapkan beberapa hidangan lainnya, seperti Lamang Babungo.
Lamang Babungo merupakan kuliner Ranah Minangkabau yang terbuat dari beras pulut yang dimasak dengan santan dan dipanggang dalam bambu muda.
“Pertama siapkan bambu muda, kemudian masukkan beras pulut yang sudah dicuci bersih kedalam bambu muda yang sudah dimasukkan daun pisang muda didalamnya, kemudian tuangkan santan yang sudah diberi garam, barulah lamang siap di panggang dengan api sedang hingga matang”. Jelas Janiar (62), salah satu warga setempat yang ikut mengolah olahan baduobaleh.
Sementara kaum ibu menyiapkan makanan, kaum bapak akan melakukan salawatan yang disebut dengan Bazikia Rabano. Bazikia artinya berzikir, dan rabano artinya menggunakan alat musik rebana. Jadi kaum bapak akan melakukan salawat atas nabi sambil memainkan rebana. Alunan rebana serta salawat menggema, hal ini dilakukan untuk melakukan puji pujian atas nabi.
Setelah semua olahan dihidangkan, kaum bapak, niniak mamak, hingga petua-petua dalam negeri akan makan bajamba. Makan bajamba sendiri artinya makan dengan cara dihidangkan di lantai dan duduk bersila.
Beberapa masyarakat juga membawa jamba dari rumah masing-masing ke mesjid untuk dimakan bersama dengan tujuan melepas niat, atau disebut juga dengan “Malapeh Niaik”.
Selain itu, nasi juga sudah dibungkus untuk dibagikan kepada anak-anak yang sudah mengantri di halaman mesjid.
Meskipun berbeda dalam bentuk perayaan, namun pada hakikatnya baduobaleh digelar sebagai pengingat sejarah bagi kaum muslim. Serta pengingat umat muslim akan sosok Rasulullah yang menjadi inspirasi paling sempurna bagi seorang muslim dalam menjalankan kehidupannya.
“Momen ini juga bisa kita jadikan sebagai ajang sillaturrahmi serta meningkatkan rasa gotong royong sesama masyarakat kampung, pelepas rindu kampung halaman untuk bertemu sanak saudara”, kata Aldi (20) salah seorang pemuda yang ikut merayakan baduobaleh. (Nurul Hafizah)