Infosumbar.net – Dalam kehidupan masyarakat Minangkabau terdapat berbagai jenis kriya yang muncul sebagai tuntutan budaya masyarakat tradisi seperti: kriya ukir, tenun/songket, sulam,tembikar/keramik, kriya anyam dan lain sebagainya.
Bentuk kriya ini pada umunya sederhana namun pada akhirnya disempurnakan sesuai kebutuhan nagari-nagari yang ada di alam budaya Minangkabau.
Di antara benda kriya yang dimaksud ada yang digunakan untuk kebutuhan fungsional, dalam pengertian dipakai untuk kebutuhan sehari-hari dan ada pula yang dipakai karena tuntutan upacara adat pada tradisi Minangkabau.
Produk kriya yang terkait dengan upacara adat yang dimaksud adalah Kain Tenun Songket.
Kain tenun ini umumnya dipakai pada setiap perayaan dan upacara adat masyarakat tradisi Minangkabau seperti Upacara Adat, perkawinan, upacara adat pengangkatan penghulu, upacara adat turun mandi, dll.
Berikut ini beberapa motif hias yang terdapat pada pakaian adat (kain songket) Silungkang, antara lain adalah:
1. Motif Pucuak Rabuang (Pucuk Rebung)
merupakan Tafsiran nilai guna yang banyak. pengrajin mematrikan motif ini ke dalama ukiran dan kain tenunan sehingga makna dari nilai yang serba guna ini menjadi suri tauladan bagi masyarakat adat tersebut. motif memiliki bentuk dasar seperti gonjong rumah adat, hal ini dapat dilihat pada falsafah adat yakni:
Ketek Paguno, Gadang Tapakai (kecil dapat digunakan, besar terpakai oleh masyarakat)
Rebung ini adalah anak bambu yang keluar dari umbinya. Bentuknya seperti tumpal (kerucut) dan bersisik, kecil enak dimakan, jika rebung ini sudah besar dinamakan bambu, perlambangan dari bambu ini adalah “Muda berguna, Tua terpakai menjadi contoh kaumnya.
Dapat ditafsirkan bahwa nilai mendidik yang tersirat dari motif Pucuak Rabuang yakni pemimpin yang kuat dan punya ilmu pengetahuan serta berkharisma tinggi tentu disegani oleh banyak orang. Selain itu rebung juga mengandung nilai kepemimpinan yang tentu belum mampu menjadi pemimpin, namun ia dapat menjadi bagian dari proses regenerasi kepimpinan
2. Motif Bada Mudiak (Ikan Teri Hidup Dihulu Sungai)
Sesuai dengan bunyi Pepatah berikut ini “Bada Mudiak” sejenis ikan teri yang banyak hidup di laut pada bagian pinggir pantai. Kehidupan ikan teri ini sanat banyak menarik perhatian manusia, sehingga orang Silungkang mengambil perumpamaan pada tingkah laku yang harus diperhatikan manusia.
Hal ini dapat dilihat dari pepatah yang diibaratkan “Bada Mudiak ka Hulu Sarombongan” (Ikan teri serombongan ke hulu), “Buruang Punai Tabang Sakawan” (bagai burung punai terbang sekawan).
Perumpamaan ini menggambarkan kehidupan yang rukun dan damai saiyo dan sakato. filosofi yang tersirat dari pepatah “Bada Mudiak” yaitu untuk mendapatkan sumber yang jernih kita harus kembali kepangkal. Untuk menyelesaikan permasalahan kita harus kembali kepangkal persoalannya dan ada makna illahi yang tersebunyi dari makna ini, bahwa untuk mencapi kebenaran haruslah kembali pada sumber yang sebenarnya yaitu kebenaran Tuhan.
3. Saluak laka (Alas Periuk Terbuat Dari Lidi)
merupakan suatu jalinan yang saling membantu dan Laka adalah alas periuk. laka terbuat dari lidi kelapa. Ragam hias ini memaknai sistem keakban kehidupan masyarakat yang jalinan kekerabatannya sangat erat dalam menggalang kekuatan untuk mendukung tanggung jawab yang sangat berat sekalupun.
Anyaman laka sangat rapi, tidak terlihat pangkal lidi atau ujung lidi menjulur keluar, semua tersembunyi ke bagian bawah. Inilah simbol dari masyarakat yang bersatu akan memunculkan banyak kekuatan, tetapi tetap rendah hati.
4.Buah Palo Bapatah ( Buah Yang Dipatahkan)
Pala dikenal sebagai bahan rempah-rempah yang banyak manfaatnya, baik untuk bumbu penyedap masakan maupun sebagai bahan dasar untuk obat-obatan. Jika buah pala dipatahkan (dibelah) menjadi dua, akan menampakkan isi yang menyerupai ragam hias yang bagus dan indah.
Manfaat buah pala dibelah dua ini mengandung nilai simbolik yaitu adanya keinginan untuk saling berbagi menikmati keindahan, saling berbagi rasa senang.
5. Sirangkak ( Kepiting)
Sirangkak adalah semcam kepiting yang suka hidup dalam air atau setengah kering. ia suka merangak, menggaoai sambil menjepit kian kemari. sifat jepitannya ini akan menjadi bermakna jika ada manusia sangat menyakitkan, apalagi yang disakiti itu manusia yang tiada berdaya dan ini biasanya digunakan untuk sidiran.
6. Berantai (Saling mengikat)
Motif berantai disebut dengan berantai merah dan berantai putih. ini melambangkan persatuan yang tidak boleh putus-putus antara dua makhluk Tuhan Laki-laki dan wanita.
7. Tirai Pucuak Jaguang (serabut yang terdapat pada ujuang jagung)
Jika buah jagung mulai mekar, maka pada ujung jagung tumbuhlah serabut-serabut yang halus dan banyak. serabut ini adakalanya menjulai kebawah.
Bentuk ini memberi inspirasi kepada penenun untuk ditetapkan pada motif tenun yang simbolisnya adalah “padi masak jagung maupiah atau padi masak jagung berbuah banyak. jadi tentang jagung ini dapat pula dijadikan sebagai nilai simboliknya salah satu lambang kemakmuran.
8. Balah Kacang (Belahan Kacang)
Sebagai suatu sindiran “Lah lupo kacang jo kuliknyo” (sudah lupa kacang pada kulitnya), artinya kacang yang dibelah akan menampakkan isinya, isi ini merupakan cikal bakal yang akan tumbuh menjadi tunas baru.
Ungkapan ini mengandung arti nilaqi simboliknya pada pengajaran, bahwa sewaktu membuka diri hendaklah memperlihatkan niat yang baik tanpa menyombongkan diri dengan menunjukkan kemampuan ataupun kekayaan yang dimiliki.
9. Saik Ajik dan Saik Kalamai (Sejenis Dodol)
Saik Ajik merupakan makanan tradisional yang terbuat dari tepung ketan dan gula merah, bewarna coklat tua, dan sangat manis.
Saik Kalamai berarti sayatan Galamai yang berpotongan jajaran genjang. kalamai selalu disajikan berupa sayatan-sayatan kecil, dan tidak pernah dihidangkan dalam bentuk sayatan besar, ini di simbolkan agar makanan tersebut dikonsumsi secara sedikit demi sedikit. dan mempunyai arti nilai simboliknya pada kehidupan yang hemat dan terencana.