Infosumbar.net – Pola kepemimpinan kehidupan bermasyarakat di Minangkabau sangat unik. Kepemimpinannya dikenal dengan istilah “Tungku Tigo Sajarangan”, yang terdiri dari “penghulu,alim ulama, dan cadiak pandai”.
Tungku Tigo Sajarangan memiliki makna filosofis yaitu bentuk Kerjasama yang terdiri atas tiga unsur kepemimpinan Minangkabau agar tercipta stabilitas masyarakat yang kuat dan dinamis serta mampu mengaplikasikan nilai-nilai adat dan agama dalam menunjang pembangunan nagari.
Berbicara tentang peranan kepemimpinan penghulu di Minangkabau, Niniak mamak atau penghulu berarti seorang pemimpin yang sangat memahami adat istiadat dan bisa menggeneralisasikan nilai-nilai adat didalam bentuk aspek aspek kehiudpan yang berbudaya.
Berikut ini 3 Peranan Penghulu di Minangkabau.
1. Peranan Penghulu sebagai pemimpin suatu nagari
Pangulu (penghulu) bertugas memimpin anak kemenakan. Ruang lingkup kepemimpinannya menurut adat sangat luas. Ia juga berkewajiban memelihara dan melindungi yang dipimpinnya sehingga anak kemenakannya merasa tentram lahir dan bathin, moral dan materil, mental dan spiritual. Oleh karena itu penghulu mempunyai martabat yakni kehormatan jabatannya. Dalam ungkapan adat disebut pangulu “tumbuh dek ditanam, tinggi dek dianjung, gadang dek diamba” (tumbuh karena ditanam, tinggi karena ditinggikan, besar karena dipupuk).
2. Peranan penghulu dalam melestarikan adat istiadat Minangkabau
Peranan Niniak Mamak (penghulu) menjadi sangat pening dalam kondisi ini untuk terus melestarikan adat istiadat Minangkabau. Pelestarian adat secara turun temurun dengan sistem konvesional dengan kegiatan tatap muka, tentu dalam era global ini tidak begitu optimal lagi.
3. Peranan penghulu dalam menyelesaikan kasus sengketa
Sengketa sangat sering terjadi di berbagai wilayah indonesia termasuk di sumatera barat. Sangketa tanah terjadi dapat berupa sangketa batas atau sengketa kepemilikan. Biasanya kasus sengketa atas tanah ini pada dasarnya timbul karena adanya dua pihak baik itu dilakukan perorangan, suku maupun kelompok yang saling mengklain dan menganggap bahwa tanah tersebut merupakan hak mereka atau masing-masing pihak saling merasa bahwa tanah tersebut milik mereka.
Apabila ini terjadi sengketa biasanya masyarakat atau kemenakan akan mengadukan permasalahan kepada tokoh adat atau niniak mamak (penghulu) yang merupakan pihak yang didahulukan selangkah dan lebih ditinggikan. Biasanya penghulu dalam menyelesaikan permasalhan sengketa tanah, maka mereka akan mengdepankan musyawarah mufakat.