Infosumbar.net – Minangkabau merupakan salah satu suku di Indonesia yang memiliki banyak keunikan.
Salah satunya dalam paradigma kepemimpinan. Filosofi “Tigo Tungku Sajarangan” merupakan kepemimpinan yang diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat di Minangkabau.
Tigo Tungku Sajarangan yang berarti tiga tungku sajarangan menjadi sebuah tiang yang dimana terdapatnya tiga pihak yang saling berkolaborasi dalam memimpin masyarakat.
Filosofi tigo tungku sajarangan merupakan filosofi yang dekat dengan kehidupan masyarakat Minangkabau. Filosofi ini diangkat dari kehidupan tradisional masyarakat Minangkabau yang memasak menggunakan tiga tungku yang terbuat dari kayu atau besi. Tungku dapat diartikan sebagai tempat menjerangkan wajan,periuk, dan kuali guna menghasilkan masakan. Tungku selalu tiga, tidak ada tungku yang dua. Gunanya tungku tiga, supaya yang dijerangkan diatasnya dapat diposisikan dengan baik,tidak miring dan tidak tertumpah.
Jadi kepemimpinan tigo tungku sajarangan merupakan symbol kukuhnya kepemimpinan masyarakat di Minangkabau. Masyarakat itu diibaratkan sebuah bejana yang akan dijerangkan di atas tungku, dan tungku itu diibaratkan seorang ninik mamak (penghulu), alim ulama dan cadiak pandai. Masyarakat tidak akan tersesat jika tungku yang tig aitu masih tetap bekerja sama dan saling berkolaborasi, ibarat tiga tungku yang mampu menampung bejana hingga menghasilkan makanan.
Selain itu diantara tiga tungku terdapat juga kayu bakar yang saling bersilangan yang memiliki makna dalam masyarakat Minangkabau terjadi perbedaan pendapat, namun hal itu dapat diselesaikan melalui proses demokrasi yang dipimpin oleh ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai.
Filosofi kepemimpinan ini sangat selaras dengan falsafah hidup masyarakat Minangkabau yaitu “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”. Antara adat dan agama (syarak) tidak pertentangan. Syarak memberikan hukum atau syariat, kemudia adat melaksanakannya. Seperti ungkapan “Syarak mangato, adat mamakai” (syarak berkata,adat memakai). Dari dua konsep ini (adat dan syarak), dibutuhkan dua unsur pimpinan yaitu penghulu (niniak mamak) dan alim ulama. Kemudian sebagai unsur ketiga dibutuhkan cadiak pandai untuk membuat aturan formal berupa undang. Dengan demikian kehidupan masyarakat Minangkabau terdapat tiga tiang utama yaitu adat, agama, dan undang-undang. (BFN)