Infosumbar — Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Sumatera Barat Brigjen Pol Solihin bersama Kapolresta Padang Kombes Pol Apri Wibowo, jajaran kepolisian, dan Tim Klewang bergerak cepat menangani kasus perusakan sebuah rumah yang dijadikan tempat ibadah dan pendidikan agama milik jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI). Peristiwa tersebut terjadi di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, pada Minggu (27/7).
Sebanyak sembilan orang warga yang diduga terlibat dalam aksi perusakan tersebut langsung diamankan dan dibawa ke Polsek Koto Tangah untuk dimintai keterangan. Pihak kepolisian menyatakan masih membuka kemungkinan adanya pelaku lain yang akan ditindak.
Wakapolda Sumbar Brigjen Pol Solihin mengatakan, setelah menerima laporan adanya aksi perusakan terhadap rumah yang digunakan sebagai tempat ibadah dan pendidikan agama, dirinya bersama jajaran Polresta Padang segera turun ke lokasi untuk menangani situasi.
“Kami telah mengamankan sembilan orang yang terekam dalam video dan diduga melakukan perusakan. Kami juga ikut bergotong royong membersihkan pecahan kaca serta kursi yang rusak akibat penyerangan tersebut,” ujar Solihin.
Ia menegaskan bahwa para pelaku akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka. “Ini negara hukum. Jangan main hakim sendiri. Jika ada pihak lain yang terlibat, tentu akan kami tindak sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.
Wakapolda juga mengimbau masyarakat agar tidak bertindak anarkis. “Kalau ada sesuatu yang dianggap mengganggu, silakan koordinasikan dengan Polsek setempat. Jangan bertindak sendiri dan melanggar hukum,” lanjutnya.
Sebelumnya, rumah yang digunakan sebagai tempat ibadah dan pendidikan agama oleh jemaat GKSI dibubarkan oleh sejumlah warga. Mereka menduga rumah tersebut dijadikan gereja. Saat puluhan warga berkumpul, terjadi pertengkaran yang kemudian berujung pada perusakan menggunakan batu dan kayu.
Pendeta GKSI, Anugerah, menjelaskan bahwa saat kejadian, ia sedang mengajar sekitar 30 anak tentang firman Tuhan. “Tiba-tiba saya dipanggil oleh ketua RW untuk berbicara di belakang rumah. Saat itu, sekelompok warga berkumpul dan meneriaki kami agar bubar,” ungkapnya. Rumah tersebut kemudian dilempari hingga kaca dan bangku pecah. Dua anak dilaporkan terkena lemparan dan bahkan ada yang ditendang oleh massa. “Rumah itu bukan gereja, tapi tempat pendidikan agama,” tegas Anugerah (*)








